Medalami Makna Poligami dalam Surah An-Nisa Ayat 3 Menggunakan Hermeneutika Al-Qur'an
UJIAN AKHIR SEMESTER
Mendalami Makna Poligami dalam Surah An-Nisa ayat 3 menggunakan Hermeneutika Al-Qur’an
Oleh:Alfia Nurul Khasanah
(23105010056)
Dalam dunia Islam, poligami menjadi perdebatan yang sangat gencar dibicarakankan bahkan terkadang tak kunjung usai. Surah An-Nisa ayat 3 dalam Al-Qur’an yang menjadi salah satu rujukannya. Dalam surah An-Nisa ayat 3 ini disebutkan bahwa seorang laki-laki dapat menikah dua, tiga, sampe empat perempuan tetapi dengan syarat mampu berlaku dengan adil. Namun, apakah ayat ini benar-benar memberikan legitimasi terhadap praktik poligami? Saya akan mencoba membedah surah An-Nisa ayat 3 ini dengan menggunakan hermeneutika Al-Qur’an. Menurut Aboe El Fadl, pendekatan hermeneutika diperlukan untuk memahami suatu persoalan dengan lebih seimbang. Ia menekankan bahwa makna sebuah teks tidak ditentukan secara tunggal, melainkan muncul dari interaksi yang dinamis antara tiga elemen utama: teks itu sendiri, maksud pengarang, dan interpretasi pembaca. Proses pemaknaan ini bersifat kompleks dan saling mempengaruhi, sehingga tidak bisa hanya bergantung pada satu aspek saja.
Dalam membedah surah An-Nisa ayat 3 ini, dengan menggunakan hermeneutika Al-Qur’an perlu tiga hal yang harus diperhatikan yakni nash Al-Qur’an, kondisi sosio-historis Arab dan kondisi kekinian. Tiga variable tersebut digunakan guna dapat memahami ayat tersebut secara lebih kontekstual. Jika dilihat dari variable kondisi sosio-historis Arab ayat ini turun dalam konteks perlindungan terhadap anak yatim. Pada masa itu banyak perempuan yatim yang kehilangan keluarga akibat peperangan, yang menyebabkan mereka dalam kondisi rentan secara ekonomi dan sosial. Ayat ini kemudian turun sebagai solusi untuk memastikan bahwa mereka mendapat perlindungan dan hak-hak yang layak bukan sekedar memperbolehkan poligami tanpa batas. Jika dimaknai lagi aspek utama ayat ini juga mencakup keadilan. Jika seseorang khawatir tidak mampu berlaku adil, maka lebih baik menikahi satu perempuan saja. Ini menunjukkan bahwa keadilan bukan sekedar materi tapi juga mencakup aspek emosional, psikologis dan sosial.
Dalam hermeneutika Al- Qur’an teks itu tidak dapat dipisahkan dari konteksnya. Jadi dalam hal ini perlu dilihat bagaimana ayat ini dipahami dalam masyarakat sekarang ini. Jika tujuan utama ayat ini sebagai perlindungan terhadap perempuan yatim, maka jika dikontekstualisasikan pada masa sekarang dapat diwujudkan dengan kebijakan sosial, ekonomi, dan hukum yang bukan semata-mata dengan poligami. Dari sini, didapat kesimpulan bahwasannya dalam surah An-Nisa ayat 3 menunjukkan bahwa poligami bukanlah perintah semata, melainkan sebuah solusi kontekstual yang harus dipahami dengan mempertimbangkan aspek aspeknya yakni keadilan, kesejahteraan perempuan juga kondisi sosial. Jika keadilan tidak bisa tercapai alahkah baiknya monogami saja sebagai pilihan yang lebih dianjurkan. Di zaman sekarang ini, perlu untuk memahami teks Al-Qur’an dengan pemikiran kritis dan kontekstual. Agar tidak terlalu literal dalam memahami teks Al- Qur’an dan meminimalisir kesalaham pemahaman dalam memahami suatu kata dalam teks.
Daftar Pustaka
Quraish Shihab. (1996). Wawasan Al-Qur’an: Tafsir Maudhu’i atas Pelbagai Persoalan Umat. Jakarta: Mizan.
Faiz, Fahruddin. (2020). Hermeneutika Al-Qur'an: Prinsip dan Pendekatan dalam Tafsir Kontekstual. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Larasati, Rani. (2021). Penafsiran Ayat Poligami dalam Perspektif Hermeneutika Naṣr Ḥāmid Abū Zayd dan Hans-Georg Gadamer. Universitas Islam Negeri Raden Intan Lampung.
Comments
Post a Comment